AKAL SEHAT TIDAK MUNGKIN BERTABRAKAN DENGAN DALIL

 2.Jika Sudah Datang Dalil (AlQur'an dan AsSunnah), Wajib Ikut Dalil dan  Tinggalkan Perkataan Manusia - YouTube

Syaikh Al-'Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i berkata,

الذين يعارضون الأدلة بالمعقولات يرد عليهم بما كان عليه النبي صلى الله عليه وآله وسلم والصحابة ثم ينبغي أن يعلم أنهم يتوهمون أنها معقولات وفي الحقيقة هي وساوس وليست بمعقولات لأن العقل الصحيح لا يخالف النقل الصريح

"Orang-orang yang menentang dalil-dalil dengan logika maka mereka dibantah dengan petunjuk Nabi ﷺ dan para shohabat. Kemudian hendaklah diketahui bahwasanya mereka menyangka pandangannya itu logis padahal hakikatnya hanyalah bisikan syaithon karena akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan dalil."

📚 Ijabatus Sa'il hlm. 366

MENOLAK DALIL DENGAN AKAL

Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."
📚 QS. Al Ahdzab : 36.

Al Hâfidz Abu Hâtim Ibnu Hibbân Al Bustîy rahimahullahu Ta'ala menyebutkan:

قال شعيب بْن حرب: قَالَ لي شعبة عقولنا قليلة فإذا جلسنا مع من هو أقل عقلا منا ذهب ذلك القليل

Syu'aib bin Harb menceritakan bahwa Syu'bah (Ibnul Hajjâj) pernah berkata kepadaku:
“Akal kita sedikit, apabila kita duduk bermajelis dengan orang yang lebih sedikit akalnya dari kita, akal kita yang sedikit ini pun akan hilang”.


📚 Raudhatul Uqalâ, cet. Dâr Ibnil Jauziy hal. 44

▒█►ᴮᴬᴵᵀᵞ ᴶᴬᴺᴺᴬᵀᵞ ᴹᴱᴺᴳᴬᴶᴵ◄█▒

Share:

SABAR DI ATAS SUNNAH NABI ﷺ ◾

 108 Kata Mutiara Sabar yang Penuh Makna dan Membuat Hati Tenang

(1). Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda :
(A). "Islam dimulai dalam keadaan asing serta (nanti) akan kembali menjadi asing seperti awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurobaa' (yaitu orang yang terasing karena menegakkan Islam & Sunnah Nabi ﷺ)" (HR. Muslim no. 145, hadits dari Abu Hurairah).

(B). "Akan datang suatu masa, dimana orang yang bersabar (berpegang teguh) pada agamanya sebagaimana orang yg sedang menggenggam bara api" (HR. At-Tirmidzi no. 2260, hadits dari Anas bin Malik, lihat Shahiihul Jaami' no. 8002).

(C). "Sesungguhnya setelah kalian ada hari-hari (yang penuh dengan) kesabaran, di mana (orang yg) telah bersabar pada hari-hari tersebut seperti menggenggam bara api. Orang yg beramal saat itu akan memperoleh pahala = "50 orang" yang telah beramal seperti amalannya" (HR. At-Tirmidzi 3058 dan Ibnu Majah 4014, hadits dari Abu Tsa’labah al-Khusyani).

(2). Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata :
"Pahala yang besar (didapatkan) karena keterasingannya di antara manusia, dan karena dia pun berpegang teguh dengan "SUNNAH" di antara kegelapan hawa dan akal pikiran" (Madarijus Salikin III/199).

(3). Imam al-Bukhari رحمه الله berkata :

أفضلُ المُسلِمِينَ رجلٌ أحْيَا سُنَّةً مِن سُنَنِ الرَّسُولِ ﷺ  قَد أُمِيتَت، فاصْبِرُوا يَا أصحابَ السُّنَنِ رَحِمَكُمُ اللهُ فإِنَّكُم أقلُّ النَّاسِ

"Kaum muslimin yg paling utama adalah seseorang yang menghidupkan sunnah (ajaran) Rasul ﷺ yang telah mati. Maka bersabarlah wahai para pengikut sunnah (Nabi ﷺ), semoga Allah pun merahmati kalian. Karena sesungguhnya kalian itu golongan minoritas" (Al-Jaami' Li Akhlaq Ar-Raawi Wa Aadab As-Saami' I/112).

✍ Ustadz Najmi Umar Bakkar
https://telegram.me/najmiumar
Instagram : @najmiumar_official
Youtube : najmi umar official

Share:

 BAGAIMANA DENGAN DIRI KITA ??

3 Cara Mensyukuri Nikmat Allah Swt - Bacaan Madani | Bacaan Islami dan  Bacaan Masyarakat Madani

Adh-Dhahhak bin Muzahim apabila menemui waktu sore beliau menangis, maka ditanyakan kepadanya: "Apa yang membuatmu menangis?"

Beliau menjawab: "Aku tidak tahu, adakah di antara amalku hari ini yang terangkat naik (diterima Allah)." [Aina Nahnu min Akhlaq As-Salaf, hal. 18]

Sifat khawatir tidak diterimanya amalan merupakan sebab penting untuk lebih memperbaiki ibadah kita. Hendaknya kita mengisinya dalam bentuk melakukan amalan shaleh dan akhlak yang mulia. Namun yang terpenting, terpenuhi syarat agar amalan itu dapat diterima oleh Allah.

Diantara syarat diterimanya amal shalih, yaitu:
1. Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
2. Beramal dengan dengan penuh keikhlasan tanpa dikotori sifat riya, sum'ah, dan ujub.
3. Ittiba dalam beramal atau beramal sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Terakhir, berdoalah kepada Allah agar amalan kita dapat diterima oleh Allah.

ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺗَﻘَﺒَّﻞْ ﻣِﻨَّﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ

“Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

@dedibudika_akmar
#Ribuan ebook & artikel klik bit.ly/abuaish

Share:

JIKA NIKMAT ALLAH TAK DISYUKURI LAGI...

MENSYUKURI ATAS NIKMAT ALLAH SWT

Allah -subhanahu wa ta'ala- berfirman didalam alquran;

ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﻌُﺪُّﻭﺍ ﻧِﻌْﻤَﺔَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﺎ ﺗُﺤْﺼُﻮﻫَﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻐَﻔُﻮﺭٌ ﺭَﺣِﻴﻢ

“Jika kalian menghitung nikmat-nikmat Allah maka pastilah kalian tidak akan mampu untuk menghitungnya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
QS. An Nahl: 18.

☄ Itulah kesimpulan nikmat Allah kepada hamba-Nya yang begitu banyak dan berlimpah hingga tak ada seorang makhluk pun mampu untuk menghitung kenikmatan yang Allah anugerahkan tersebut.

☄ Tentunya banyaknya kenikmatan tersebut mengharuskan seorang hamba untuk mensyukuri kenikmatan tersebut dan tidak kufur dan ingkar kepada sang pemberi kenikmatan.

☄ Dan diantara kebaikan dan keluasan rahmat Allah adalah jika seorang hamba bersyukur terhadap karunia dan kenikmatan tersebut, dan sungguh kebaikan dari kesyukuran tersebut akan kembali kepada hamba itu sendiri, namun sebaliknya balasan dari kufur nikmat dan keingkaran terhadap nikmat tersebut adalah Allah akan merubah kenikmatan tersebut menjadi suatu bencana dan malapetaka bagi hamba tersebut.

📖 Allah -subhanahu wa ta'ala- berfirman:

ﻭَﺇِﺫْ ﺗَﺄَﺫَّﻥَ ﺭَﺑُّﻜُﻢْ ﻟَﺌِﻦْ ﺷَﻜَﺮْﺗُﻢْ ﻟَﺄَﺯِﻳﺪَﻧَّﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢْ ﺇِﻥَّ ﻋَﺬَﺍﺑِﻲ ﻟَﺸَﺪِﻳﺪٌ

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhan kalian mengumumkan bahwa jika kalian bersyukur maka sungguh Aku akan menambahkan (nikmat-Ku) untuk kalian, dan jika kalian ingkar (kufur) sesungguhnya siksaan-Ku sangatlah pedih.”
QS. Ibrahim: 7.

🎓 Berkata Ibnu Rajab -rahimahullah-:

ﻟﻜﻦ ﻧﻌﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪﻩ ﺑﻬﺪﺍﻳﺘﻪ ﻟﺸﻜﺮ ﻧﻌﻤﻪ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻧﻌﻤﻪ ﺍﻟﺪﻧﻴﻮﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪﻩ ، ﻓﺈﻥَّ ﺍﻟﻨﻌﻢ ﺍﻟﺪﻧﻴﻮﻳﺔ ﺇﻥْ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﺸُّﻜﺮُ كانت بلية

“Akan tetapi kenikmatan Allah terhadap hamba-Nya berupa petunjuk untuk mensyukuri nikmat-Nya dengan memuji-muji-Nya adalah nikmat yang lebih utama dari nikmat duniawi, karena nikmat duniawi jika tidak bergandengan dengan kesyukuran maka menjadilah suatu bencana.”
📚 Jami'ul 'Ulum Wal Hikam (2/82).

🎓 Berkata Abu Hazim -rahimahullah-:

ﻛﻞ ﻧﻌﻤﺔ ﻻ ﺗﻘﺮﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ، ﻓﻬﻲ ﺑﻠﻴﺔ 

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah musibah.”
📚 Hilyatul Auliya’ (1/497).

🎓 Berkata Al Hasan Al Bashri -rahmatullah-:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻴُﻤَﺘِّﻊُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻌْﻤَﺔِ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺸْﻜَﺮْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻗَﻠَﺒَﻬَﺎ ﻋَﺬَﺍﺑًﺎ

“Sesungguhnya Allah memberikan suatu kenikmatan dengan perkara yang Dia kehendaki, sehingga jika nikmat tersebut tidak disyukuri maka Dia akan mengubahnya menjadi suatu siksaan.”
📚 Mausu'ah Ibnu Abid Dun_ya (1/480).

📝 Ust. Fauzan Abu Muawiyah Al Kutawy hafizhahullah.

•┈┈┈┈•◈◉✹❒📚❒✹◉◈•┈┈┈┈•
♻ Raih amal shalih dengan menyebarkan kiriman ini dan tidak mengubah tulisan, semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.
══════ ❁✿❁ ══════

 Kurikulum Bimbingan, Aqidah, Manhaj, Adab, Petuah Ulama, Tazkiyatun Nufus, Nasehat, Dll.
•┈┈•••○○❁🌿❁○○•••┈┈•

📭 Share yuk
Semoga saudara-saudara kita mendapatkan faedah

Share:

 KUNCI KEBAHAGIAAN

13 Tips Hidup Bahagia Dalam Islam Lahir Batin - Bhayangkari

Kunci kebahagiaan adalah istiqamah pada Al quran dan As-Sunnah yang shahih.

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ

“Tunjukkanlah kami jalan lurus (yaitu, Kitab dan Sunnah).” (QS. Al-Fatihah : 6).

Orang yang tidak mendapatkan hidayah Allah ‘Azza wa Jalla akan tersesat jalannya dan hidupnya tiada berguna. Sebaliknya, orang yang dimudahkan Allah ‘Azza wa Jalla untuk memahami tauhid secara benar, mengetahui hakikat syirik, niscaya hidupnya akan damai karena ia telah menemukan mutiara kebahagiaan yang begitu dirindukan banyak orang.

Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya untuk senantiasa memperbanyak permohonan agar hidayah Islam, lebih-lebih hidayah untuk mengenal jalan Sunnah tetap kokoh di hati, bahkan semakin kuat seiring dengan mantapnya aqidah dan pemahaman Islam yang benar sebagaimana yang ditempuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan direpresentasikan oleh para salafus shalih.

Di antara untaian doa agar seorang mukmin ditetapkan dalam hidayah Allah ‘Azza wa Jalla:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ، إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali-‘Imran : 8).

عَسَى رَبِّى أَنْ يَهْدِيَنِيْ سَوَﺁءَ السَّبِيْلِ

“Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.” (QS. Al-Qashash : 22).

Semoga kita selalu dilindungi Allah ‘Azza wa Jalla dan hati ini tidak condong pada kesesatan karena para penyeru kesesatan saat ini terus menerus dengan segala macam tipu dayanya, baik di dunia maya maupun di dunia nyata tengah menanamkan makar-makar kejinya untuk mengajak pada kesyirikan, kebid’ahan, dan berbagai penyimpangan.

Tiada senjata ampuh, melainkan kekuatan dahsyat dari doa yang dilandasi keikhlasan diiringi dengan pemahaman akan kebenaran risalah Islam. Begitu pula, saatnya kaum muslimin mulai kembali pada ajaran-Nya, memahami sunnah-sunnah Nabi-Nya, dan waspada akan perkara-perkara yang menyimpang dari shirathal mustaqim.


Semoga bermanfaat
Tambah reff klik bit.ly/abuaish

Share:

WALAUPUN HANYA SATU ZIKIR SAJA

Hadits Tentang Keutamaan Dzikir dan Doa - Nasehat Quran

Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang diberi taufik untuk bisa mengerjakan setiap zikir-zikir pagi dan sore, maka itu adalah nikmat dan keutamaan dari Allah Ta'ala, berbahagialah dia. Dan barang siapa yang tidak mampu dari melakukan semuanya, hendaklah dia mencukupkan dengan yang ringkas-ringkas atas apa yang dia kehendaki walau hanya satu zikir saja." [Sumber: Al-Adzkar, 76].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَا لْحٰـفِظٰتِ وَا لذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّ الذّٰكِرٰتِ ۙ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung.” [QS. Al-Ahzab: 35].

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya, laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” [HR. Bukhari, no. 6407].

Diantara zikir yang menjadi kebiasaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah zikir pagi dan sore. Karena pentingnya zikir ini, Allah perintahkan agar kaum muslimin merutinkannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Dan bertasbihlah untuknya di waktu pagi dan sore." [QS. Al-Ahzab: 41-42].

Adapun waktunya ialah setelah subuh sampai matahari terbit (pagi) dan setelah asar sampai matahari terbenam (sore). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bertasbihlah dengan memuji Allah, sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam." [QS. Qaf: 39].

Hanya saja, jika tidak sempat dilakukan di waktu tersebut atau kelupaan maka boleh dilakukan setelah terbit matahari (untuk pagi) atau setelah terbenam (untuk sore). [Fiqh al-Ad'iyah: 3/11].

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita di dalam kebaikan serta kita senantiasa istiqomah di jalan yang diridhoi oleh Allah. Aamiin.

DAKWAH USTADZ SYAFIQ RIZA BASALAMAH

Semoga bermanfaat

Share:

KETIKA ALLAH MENCINTAIMU

 ﺑِﺴْـــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ

اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ‎

Ketika Allah mencintaimu, Dia akan menjagamu agar tetap bersama-Nya, mengingatkanmu untuk senantiasa mengingat-Nya setiap waktu.

Ketika Allah mencintaimu, Dia akan meminta segalanya darimu, waktu, harta bahkan jiwamu.

Buahnya ketika Allah mencintaimu, Dia akan menjadi pelita dengan apa kau melihat, menjadi energi dengan apa kau melangkah.

Dan ketika Allah mencintaimu, Dia akan memberikan solusi dari setiap masalahmu, memberikan rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.

Cinta Allah sangatlah mudah untuk diraih bagi setiap orang-orang yang bertaqwa, dekatilah Dia dengan memperbanyak ibadah dan sujud panjang di sepertiga malam.

Rayulah Dia dengan dua rakaat Dhuha, Rebutlah perhatiannya dengan tilawah di awal hari. libatkanlah Allah dalam setiap aktifitas kita, Agar kita senantiasa dalam lindungan nya,

Jauhilah cinta dan pandangan yang tidak halal agar Allah memilihmu menjadi hamba yang layak Dia cintai.

Raihlah cinta-Nya maka kau akan mendapatkan cinta dari seluruh penduduk langit dan bumi. Raihlah cinta-Nya maka kau akan mendapatkan segalanya.

فَإِذا أَحبَبْتُه كُنْتُ سمعهُ الَّذي يسْمعُ بِهِ، وبَصره الَّذِي يُبصِرُ بِهِ، ويدَهُ الَّتي يَبْطِش بِهَا، ورِجلَهُ الَّتِي يمْشِي بِهَا، وَإِنْ سأَلنِي أَعْطيْتَه، ولَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَّنه

“Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya”

👥[shahih riwayat Imam Al-Bukhari dalam kitab shahihnya]

Semoga kita termasuk orang-orang yang Allah cintai dan senantiasa mendapatkan taufik dari-Nya.

***

Share:

WALAU HANYA SATU ZIKIR SAJA

 Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang diberi taufik untuk bisa mengerjakan setiap zikir-zikir pagi dan sore, maka itu adalah nikmat dan keutamaan dari Allah Ta'ala, berbahagialah dia. Dan barang siapa yang tidak mampu dari melakukan semuanya, hendaklah dia mencukupkan dengan yang ringkas-ringkas atas apa yang dia kehendaki walau hanya satu zikir saja." [Sumber: Al-Adzkar, 76].

ㅤAllah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ㅤوَا لْحٰـفِظٰتِ وَا لذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّ الذّٰكِرٰتِ ۙ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

ㅤ“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung.” [QS. Al-Ahzab: 35].

ㅤRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya, laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” [HR. Bukhari, no. 6407].

Diantara zikir yang menjadi kebiasaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah zikir pagi dan sore. Karena pentingnya zikir ini, Allah perintahkan agar kaum muslimin merutinkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Dan bertasbihlah untuknya di waktu pagi dan sore." [QS. Al-Ahzab: 41-42).

Adapun waktunya ialah setelah subuh sampai matahari terbit (pagi) dan setelah asar sampai matahari terbenam (sore). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bertasbihlah dengan memuji Allah, sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam." [QS. Qaf: 39].

Hanya saja, jika tidak sempat dilakukan di waktu tersebut atau kelupaan maka boleh dilakukan setelah terbit matahari (untuk pagi) atau setelah terbenam (untuk sore). [Fiqh al-Ad'iyah: 3/11).

ㅤSemoga Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita di dalam kebaikan serta kita senantiasa istiqomah di jalan yang diridhoi oleh Allah. Aamiin

DAKWAH USTADZ SYAFIQ RIZA BASALAMAH 


Semoga bermanfaat

Share:

JIKA BERAGAMA MENGIKUTI KEBANYAKAN ORANG

Nak, Kebenaran Itu Bukan Mengikuti Kebanyakan Manusia - MUKMINUN

Oleh:Ustadz Said Yai Ardiansyah Lc, MA

Dalam beragama,ukuran kebenaran bukan dilihat dari banyaknya manusia/banyaknya pengikut.
Ukuran kebenaran dalam beragama adalah engkau mengikuti DALIL (AL QUR'AN DAN SUNNAH DENGAN PEMAHAMAN SALAFUSSHOLEH)
Allah dalam Al Qur'an tidak pernah MEMUJI banyaknya manusia,,yang ada malah CELAAN.

Allah berfirman:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

 Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk. [Al-An’am/6:116-117].

✒️TAFSIR RINGKAS

Ketahuilah wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya “jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh,” maksudnya seandainya kamu (wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) mendengarkan, mengambil dan mengikuti pendapat atau saran-saran mereka, maka mereka akan menyesatkanmu secara nyata dari jalan Allâh Azza wa Jalla . Penyebabnya adalah sebagian besar dari mereka tidak memiliki pengetahuan dan ilmu yang haq. Seluruh apa yang mereka ucapkan berasal dari hawa nafsu dan bisikan syaitan.

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.” Sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti perkataan-perkataan yang berasal dari prasangka-prasangka mereka. Tidaklah mereka berbicara kecuali hanya dengan mengira-ngira saja dan berdusta.

“Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” Cukuplah bagimu pengetahuan Allâh Azza wa Jalla tentang mereka dan Dia-lah yang Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapatkan petunjuk.[1]

✒️PENJABARAN AYAT

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh.

Pada ayat ini, Allâh Azza wa Jalla memberikan perintah kepada Nabi-Nya dan perintah ini berlaku juga kepada seluruh pengikutnya. Yaitu perintah agar tidak mengikuti kebanyakan manusia yang ada di muka bumi ini. Karena kebanyakan mereka berada dalam kesesatan. Jika seseorang tetap mengikuti mereka, maka ini akan menyebabkannya tersesat dari jalan Allâh Azza wa Jalla .

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla memberitahukan tentang keadaan sebagian besar penduduk bumi dari anak keturunan Adam yang berada dalam kesesatan.”[2].

Kebanyakan manusia tidak mengikuti ajaran yang murni dari Allâh Azza wa Jalla . Ajaran yang mereka anut adalah ajaran-ajaran yang menyimpang, amalan-amalan mereka bercampur dengan hal-hal baru yang mereka ada-adakan sendiri tanpa petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya sebagian besar dari mereka telah menyimpang dalam agama, amalan-amalan dan ilmu-ilmu mereka. Agama-agama mereka telah rusak, amalan-amalan mereka mengikuti hawa nafsu mereka; dan ilmu-ilmu mereka tidak didasarkan atas penelitian untuk mencari kebenaran dan tidak bisa mendapatkan jalan yang lurus.”[3].

Kita tidak bisa menjadikan apa yang dipegang oleh kebanyakan manusia sebagai suatu kebenaran jika mereka berada dalam kesesatan. Gaya hidup menyimpang yang terus berkembang, kemaksiatan dan kesesatan yang terus merajalela, jangan sampai membuat kita tergiur dan terpengaruh. Sebagian kaum Muslimin merasa tidak enak jika menyelisihi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di dunia ini, padahal kebiasaan itu salah. Sebagai seorang Muslim kita harus berpegang kepada kebenaran yang diturunkan oleh Allâh Azza wa Jalla .

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya jumlah yang banyak bisa menjadi suatu kesesatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman, (yang artinya), “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh.” Dan di sisi lain, dengan jumlah yang banyak, seseorang bisa tertipu dengannya dan dia menyangka bahwa dia tidak akan terkalahkan dan pasti menang. Ini juga termasuk sebab dari kesesatan. Dan jumlah yang banyak jika kita lihat kepada sebagian besar penduduk bumi, maka kebanyakan mereka sesat dan janganlah kamu tertipu dengan mereka. Janganlah kamu katakan, ‘Sesungguhnya manusia telah berpegang pada ini, bagaimana mungkin saya menyelisihi mereka?”[4]

Pesan yang sangat indah disampaikan oleh Imam al-Fudhail bin ‘Iyâdh rahimahullah,, beliau pernah mengatakan, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan sedikitnya orang yang mengikutinya tidak akan berbahaya bagimu. Jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah tertipu dengan banyaknya jumlah orang yang binasa (terjerumus di sana).”[5].

✒️AYAT-AYAT YANG SEMISAL DENGAN LAFAZ DI ATAS

Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi ini, di antaranya adalah firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ

Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya- [Yûsuf/12:103]

Begitu juga firman Allâh:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allâh, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allâh (dengan sembahan-sembahan lain). [Yûsuf/12:106]

Dan juga firman-Nya:

وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَىٰ أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam al-Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya) [Al-Isra’/17:89].

Dan juga firman-Nya:

وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ ۖ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ

Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik [Al-A’râf/7:102].

Dengan demikian, kita bisa memahami bahwa Allâh Azza wa Jalla mensifati sebagian besar manusia di muka bumi ini dengan sifat: sesat, kafir (ingkar), syirik dan fasik, serta tidak beriman kepada Allâh Azza wa Jalla.

✒️TIDAK BOLEH TERTIPU DENGAN JUMLAH YANG BANYAK

Di antara para Nabi ada yang memiliki pengikut hanya satu atau dua orang, karena kebanyakan manusia pada saat itu berada dalam kesesatan. Pengikut nabi tersebut meskipun hanya sedikit jumlahnya,  mereka tidak tertipu dengan banyaknya manusia yang berada dalam kesesatan.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ، فَجَعَلَ يَمُرُّ النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ، وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلاَنِ، وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ

Ditunjukkan kepadaku umat-umat. Kemudian lewatlah seorang nabi bersama satu orang (pengikut), seorang Nabi bersama dua orang (pengikut) dan seorang Nabi bersama beberapa orang dan seorang Nabi yang lewat tidak bersama siapa pun …. [6].

Firman Allâh ta’ala:

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Bahkan tujuan mereka adalah mengikuti prasangka yang tidak mengandung kebenaran. Mereka hanya mengira-ngira dalam berbicara tentang Allâh Azza wa Jalla dalam masalah yang tidak mereka ketahui. Jika seperti ini keadaannya, maka sangat wajar, jika Allâh Azza wa Jalla memperingatkan para hamba-Nya dari keburukan tersebut dan menjelaskan keadaan mereka. Meskipun yang diajak bicara pada ayat ini adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , (namun) sesungguhnya umatnya mengikuti Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh hukum yang tidak dikekhususkan buat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .”[7].

Dengan demikian kita mengetahui bahwa orang-orang kafir berada dalam kesesatan karena dalam beragama mereka hanya mengikuti prasangka dan mengira-ngira akan suatu kebenaran sehingga mereka harus membuat kedustaan demi kedustaan atas nama Allâh Azza wa Jalla.

✒️AYAT-AYAT YANG SEMISAL DENGAN AYAT INI

Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menunjukkan bahwa mereka hanya beragama dengan prasangka-prasangka saja. Diantaranya firman Allâh Azza wa Jalla :

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ ۚ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا

Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, ‘Isa putra Maryam, Rasul Allâh’. Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang orang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa.” [An-Nisâ/4:157].

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا بَأْسَنَا ۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

Orang-orang yang mempersekutukan Rabb akan mengatakan, ‘Jika Allâh menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kalian mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kalian mengemukakannya kepada Kami?’ Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.” [Al-An’âm/6:148].

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. [Yûnus/10:36]

📝Dengan demikian kita dapat memahami bahwa mereka beragama hanya dengan prasangka-prasangka dan kedustaan-kedustaan saja.

Firman Allâh Azza wa Jalla:

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “… Dan Allâh Azza wa Jalla yang memberi petunjuk dan wajib bagi kalian -wahai orang-orang yang beriman- untuk mengikuti semua nasihat juga perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena Allâh lebih tahu tentang hal-hal yang mendatangkan kebaikan buat kalian dan Allâh Azza wa Jalla lebih sayang kepada kalian daripada rasa sayang kalian terhadap diri kalian sendiri. Ayat ini menunjukkan agar seseorang tidak menjadikan banyaknya pengikut sebagai indikasi kebenaran, dan juga tidak mengidentikkan ketidakbenaran sesuatu dengan melihat jumlah pengikutnya yang sedikit. Bahkan kenyataannya berbeda dengan hal tersebut, justru para pengikut kebenaran itu jumlahnya lebih sedikit, namun mereka lebih besar kedudukan dan pahalanya di sisi Allâh.”[8].

Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Rabb-mu lebih mengetahui siapa di antara manusia yang sesat dari jalan-Nya. ‘Dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.’ Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa Dia lebih mengetahui kelompok-kelompok sesat dan melampaui batas, dan Allâh akan membalas semuanya sesuai haknya.”[9].

✒️KEBENARAN HARUS MEMILIKI BUKTI

Kebenaran itu harus memiliki bukti. Oleh karena itu, kita tidak boleh tertipu dengan jumlah pengikut suatu agama, keyakinan atau aliran tertentu yang banyak. Yang menjadi timbangan kebenaran bukan banyak atau sedikitnya pengikut, namun yang menjadi timbangan adalah kebenaran.

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menghukumi orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai orang yang sesat dan mereka menyangka bahwa mereka akan masuk ke dalam surga. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani.’ Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar.’ [Al-Baqarah/2:111]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyuruh mereka untuk mendatangkan burhân (bukti), dan mereka tidak bisa mendatangkan bukti itu selama-lamanya. Diantara alasannya adalah kitab-kitab suci mereka, yaitu Taurat dan Injil, telah mengalami perubahan dari zaman ke zaman dan mereka pun meyakini akan terjadi perubahan tersebut.

📝Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan suatu agama, kepercayaan, keyakinan atau aliran tidak bisa mendatangkan bukti akan kebenaran mereka, maka sudah sepantasnya kita tidak mengikuti mereka. Kebenaran adalah apa yang difirmankan oleh Allâh dalam al-Qur’an dan yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bukan prasangka-prasangka dan pendapat-pendapat manusia.

✒️KEBENARAN AKAN MENJADI SUATU YANG ASING

Di zaman sekarang ini, banyak sekali kaum Muslimin yang mengikuti dan meniru-niru orang kafir dan tidak mau mempelajari agama Islam. Akibatnya, banyak sekali kaum Muslimin yang tidak mengenal agama mereka sendiri. Bahkan ketika ada seseorang yang menjalankan ibadah atau berpenampilan sesuai dengan tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , banyak orang yang mengaku Muslim yang mengejek mereka, bahkan dengan lancang berani mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang sesat.

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ

Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana dia datang, maka beruntunglah orang-orang yang asing tersebut.[10].

Di dalam riwayat lain ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang siapakah orang-orang asing tersebut, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَوْمٌ صَالِحُونَ قَلِيلٌ فِي نَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ، مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ

Mereka adalah orang-orang shalih yang jumlahnya sedikit di antara orang-orang buruk yang jumlahnya banyak. Orang yang menyelisihi mereka lebih banyak daripada orang yang menuruti mereka[11]

Mubârak bin Fadhâlah t meriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah , beliau mengatakan, “Seandainya ada seseorang yang mendapati kaum salaf generasi pertama kemudian dia dibangkitkan pada hari ini, maka dia tidak mengenal Islam sedikit pun.” Kemudian beliau meletakkan tangannya di pipinya dan berkata, “Kecuali shalat ini.”[12]

Ibnu Wadhdhah meriwayatkan dari ‘Isa bin Yunus dari Al-Auza’i dari Hibban bin Abi Jabalah dari Abu Darda’ Radhiyallahu anhu , beliau berkata, “Seandainya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kalian pada saat ini, maka beliau tidak mengenal apa-apa yang dulu dikerjakan oleh beliau dan para Sahabatnya kecuali shalat.”

Kemudian al-Auza’i rahimahullah mengatakan, “Bagaimana jika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada saat ini?”

‘Isa bin Yunus berkata, “Bagaimana seandainya al-Auza’i mendapatkan zaman sekarang ini?”[13].

Ini adalah perkataan beliau-beliau pada zaman dimana mereka hidup, Bagaimana jika para Ulama itu melihat manusia pada zaman kita sekarang ini?

✒️JIKA DI ANTARA KAUM MUSLIMIN TERSEBAR KEBATILAN DAN KESESATAN

Jika di antara kaum Muslimin tersebar kebatilan dan kesesatan, maka kita tidak boleh mengikuti mereka meskipun jumlah mereka sangat banyak. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa kebanyakan kaum Muslimin berada dalam kesesatan sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang artinya, ” Orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi 71 kelompok, orang-orang Nasrani berpecah-belah menjadi 72 kelompok dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 kelompok.”

Dan dalam riwayat Ibnu Majah terdapat tambahan, “Satu kelompok berada di surga dan 72 kelompok berada di neraka.” Beliau pun ditanya, “Siapakah mereka?” Beliau menjawab, “al-Jama’ah.”[14].

📝Ini menunjukkan bahwa kelompok yang sesat jumlahnya banyak sementara kelompok yang benar hanya satu. Akan tetapi, perlu penulis garis bawahi bahwa yang ketujuh puluh dua kelompok yang diancam untuk masuk neraka masih dikategorikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai umatnya. Jika tergolong sebagai umatnya, maka di akhirat mereka tetap berada di bawah kehendak Allâh Azza wa Jalla . Artinya, jika Allâh Azza wa Jalla berkehendak untuk mengadzabnya maka Allâh akan adzab mereka, jika Allâh Azza wa Jalla berkehendak untuk mengampuni mereka, maka mereka akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla .

📝Hal penting yang harus diperhatikan juga adalah kelompok-kelompok menyimpang yang keluar dari agama Islam dan memang bukan Islam tidak dikategorikan sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang menyimpang tersebut, tetapi dikategorikan sebagai orang-orang kafir.

✒️TIDAK BOLEH MENYELISIHI AL-JAMA’AH?

Sebagian kaum Muslimin menganggap bahwa kita tidak boleh menyelisihi kebanyakan jamaah kaum Muslimin atau sebagian besar kaum Muslimin, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut satu kelompok yang selamat tersebut dengan nama al-jamâ’ah. Maka kita katakan perkataan tersebut tidak benar, karena yang dinamakan dengan al-jamâ’ah yang dimaksud pada hadits tersebut adalah Jamaah kaum Muslimin yang pertama, sebelum terjadi banyak peyimpangan. Adapun setelah kaum Muslimin menyimpang, maka kita tetap harus mengikuti jamaah kaum Muslimin yang pertama dan tidak mengikuti jamaah kaum Muslimin yang menyimpang, meskipun jumlah mereka sangat banyak.

’Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu pernah mengatakan, “Sesungguhnya yang dinamakan al-jamâ’ah adalah apa-apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allâh meskipun engkau sendirian.”[15].

Abu Syâmah rahimahullah mengatakan, “Telah datang perintah untuk berpegang teguh kepada al-jamâ’ah. Yang dimaksud dengannya adalah berpegang teguh dengan kebenaran dan mengikutinya, meskipun orang yang berpegang dengan kebenaran sedikit sementara orang yang menyelisinya banyak. Karena kebenaran adalah yang pernah ditempuh oleh jamaah pertama yang terdiri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya g dan kita tidak melihat kepada banyaknya jumlah orang-orang yang berada dalam kebatilan setelah mereka.”[16].

✒️KESIMPULAN

Berdasar uraian di atas maka kita bisa simpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Kebanyakan manusia di atas muka bumi adalah orang-orang yang menyimpang, sehingga kita tidak boleh mengikuti penyimpangan mereka atau jangan sampai kita tertipu dengan jumlah mereka yang banyak.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan orang-orang yang menyimpang hanya mengikuti prasangka-prasangka dan kedustaan-kedustaan saja dalam beragama dan mereka tidak memiliki burhân (bukti) atas apa yang mereka lakukan.

Kebenaran harus bisa dibuktikan dan dia harus berasal dari Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sangat sedikit di akhir zaman orang-orang yang memahami kebenaran dan kebenaran tersebut akan terlihat asing oleh orang-orang Islam sendiri.

Kaum Muslimin akan senantiasa mendapatkan petunjuk di jalan yang lurus selama mereka berpegang teguh dengan jamaah kaum Muslimin yang pertama, yaitu jamaah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla senantiasa menunjuki kita ke jalan yang lurus. Amin.

📚DAFTAR PUSTAKA

Aisarut-Tafaasiir li kalaam ‘Aliyil-Kabiir wa bihaamisyihi Nahril-Kahir ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
Al-Baa’its ‘Ala Inkaaril-Bida’ Wal-Hawaadits. ‘Abdurrahman bin Ismaa’iil Abu Syaamah. Kairo: Darul-Huda.
Al-Intishaar lihizbillaah Al-Muwahhidiin War-Raddu ‘Ala Al-Mujaadil ‘Anil-Musyrikin. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin ‘Abdil-’Aziiz Abaa Bathiin. Tahqiiq: Al-Waliid bin ‘Abdirrahman Al=Furayyaan. Ar-Riyaadh: Dar Thaibah.
Al-I’tishaam. Abu Ishaaq Asy-Syaathibi. Mesir: Al-Maktabah At-Tijaariyah Al-Kubra.
Ma’aalimut-tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.
___
📚Footnote
[1] Lihat Aisar at-Tafâsîr, hlm. 415-416

[2] Tafsîr Ibni Katsîr, III/322

[3] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42

[4] Lihat al-Qaulul-Mufîd, I/110

[5] Al-I’tishâm lisy-Syâthibi, I/83

[6] HR. Al-Bukhâri, no. 5752

[7] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42

[8] Tafsîr as-Sa’di, hlm. 42

[9] Tafsir Al-Baghawi III/181

[10] HR. Muslim no. 145/232

[11] HR. ‘Abdullah bin al-Mubârak dalam Musnad Ibni al-Mubârak, no. 23 dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabîr no. 1457. Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ini shahih di dalam ash-Shahîhah, no. 1619

[12] Al-Intishâr lihizbillâh al-Muwahhidîn, hlm. 92

[13] Al-Intishâr lihizbillâh al-Muwahhidîn, hlm. 94

[14] HR. Abu Dâwud, no. 4598 dan Ibnu Majah no. 3992.  Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan hadits ini shahih dalam ash-Shahîhah, no. 203

[15] HR. Al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal-jamaah no. 160

[16] Al-Bâ’its ‘Ala Inkâril-Bida’ Wal-Hawâdits.

📗📖.................✍🏻

Share:

AKAH SYAHID SESEORANG MENINGGAL KETIKA TENGGELAM ?

Jenis-Jenis Mati Syahid Dalam Islam - Muhammadiyah
 

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan beberapa kondisi yang menyebabkan seorang mendapat pahala mati syahid.

Diantaranya adalah mati karena tenggelam.

Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ

“Siapa yang terbunuh di jalan Allah, dia syahid. Siapa yang mati (tanpa dibunuh) di jalan Allah dia syahid, siapa yang mati karena wabah penyakit Tha’un, dia syahid.
Siapa yang mati karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.” (HR. Muslim 1915).

Dalam hadis dari Jabir bin Atik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan
“Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, wanita yang mati karena melahirkan syahid.”(HR. Abu Daud 3111 dan dishahihkan Al-Albani).

Selama ini kita mengenal, mati syahid hanya bisa diraih dengan gugur di medan perang fi sabilillah. Ternyata ada sebab lain yang menyebabkan seorang mendapatkan pahala mati syahid, yaitu musibah-musibah yang disebutkan dalam hadis di atas.

Namun mereka yang mati syahid bukan karena perang (jihad), disebut sebagai syahid secara hukum, bukan syahid secara hakikat.

Artinya, di dunia diperlakukan seperti jenazah umumnya, namun di akhirat dia dihukumi syahid.

Al-Hafidz Al-Aini menjelaskan makna hadis di atas, Mereka mendapat status syahid secara hukum, bukan hakiki. Ini karunia Allah untuk umat ini, Dia menjadikan musibah yang dialami umat ini sebagai pembersih dosa mereka, penambah pahala, bahkan sampai mengantarkan mereka derajat para syuhada hakiki.(Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 14/180).

🌏 Konsultasisyariah.com
🌎 Ittiba.or.id

📷 @ittiba.id

Share:

JALAN MENUJU QANAAH

 Perbukitan Pedesaan Pemandangan Vektor Rumput Padang Rumput Untuk Sapi Dan  Tempat Untuk Kebun Sayur Dan Peternakan Padang Rumput Dan Pepohonan Horison  Pemandangan Yang Indah Musim Panas Ilustrasi Stok - Unduh Gambar Sekarang -

Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu wata’alaapa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah. Berikut ini beberapa kiat menuju qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat merealisasikan nya. Di antaranya yaitu:

1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.

Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.

2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis.

Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.

3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung.

Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2).

“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107).

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6).

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7).

4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki

Di antara hikmah Allah subhanahu wata’ala menentu kan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32).

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an’am 165).

5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).

Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi).

6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian

Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.

Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia

Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.”(HR.al-Bukhari dan Muslim).

Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?

8. Membaca Kehidupan Salaf

Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.

9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta

Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.

Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.

Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).

Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”

Sumber: “Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil (Alsofwah).

sumber: https://pengusahamuslim.com/349-jalan-menuju-qanaah-rela-dan-menerima-pemberian-allah-apa-adanya.html

Via HijrahApp

Share:

PERSAHABATAN SEHIDUP SESURGA

 Ini Dia Padang Rumput Paling Cantik di Dunia 

Termaktublah dalam Al-Qur’an, akan kisah penyesalan penghuni neraka, kala mengetahui miskin nya mereka dari kawan yang shalih yang dapat menyelamatkan diri mereka dari api neraka..

فَمَا لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ حَمِيمٍ

“Maka kami tidak memiliki pemberi syafaat, pula tak memiliki sahabat yang menolong…” (Asy-Syu’aro 101).

Itulah kalimat penyesalan yang terlontar dari lisan orang kafir, akan tertutupnya kesempatan mereka, akan keputusasaan mereka terhadap pedih siksaNya.

Tiada anggota keluarga yang menebus mereka dari neraka, tiada saudara yang membela mereka di peradilan RabbNya, pun tiada kawan yang mengangkat mereka dari dalam dan gelap nerakaNya.

Ialah keputus asaan di atas putus asa, kesendirian di atas kesendirian, ketika tak didapati seorangpun penolong datang menghampiri.

Ialah kerugian di atas kerugian, ketika sejamak kawan dan sahabat di dunia, meninggalkan begitu saja, membiarkan diri ini sendiri, menghadapi balasan keburukan, atas apa yang dulu ia lakukan.

Maka Ialah Kawan yang buruk, sahabat yang jahat.

Sepahit penyesalan di akhirat sana,ialah ketika kau dapati, teman-mu yang dulu bersama tertawa, sahabatmu dalam foya kehidupan dunia, yang membersamaimu dalam candu-candu nafsu, kau dapati di akhirat sana, tak memberi manfaat kepadamu, tak membantumu atau menyelamatkanmu dari kegelapan hari pembalasan.

Atau bahkan pertemanan menjadi permusuhan, ikatan sahabat menjadi serapah laknat, untuk mereka yang bersahabat dalam lembah maksiat. Untuk mereka yang berteman dalam keharaman,

Berfirman Allah ta’alaa

الأخلاء يومئذ بعضهم لبعض عدو إلا المتقين

“Persahabatan pada hari itu sebagian menjadi musuh yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa” (Az-Zukhruf 67).

Kecuali orang yang bertaqwa.

Dengan pertemanan yang berikatkan iman, dalam persabatan yang berbalutkan ketaqwaan.

Dalam kecintaan mereka kepada saudaranya, saling menasihatkan dan berwasiat dalam tiap sua jumpa,

Dalam kerinduan terhadap kebaikan tuk saudaranya, saling mendoakan dalam tiap khusyu’ munajat kepada RabbNya,

Dalam kesadaran akan hinanya diri, ia tahu, membersamai orang-orang shalih, akan menjadi “ghanimah”, permata temuan terindah sepanjang “hayah”, kan menjadi pelipur suka duka kehidupan dunia,

Dalam kesadaran diri,
meski diri tidak se shalih teman sepersahabatan,
meski diri berlumpurkan dosa bermandikan hina,
ia berusaha dan mendamba, agar rajutan persaudaraan iman di dunia, agar kisah cinta terhadap saudara di atas jalanNya,
kan menjadi penolong di kehidupan akhiratnya
kan jadi sebab keselamatan diri, dari api neraka…

Berkata Hasan Al Bashri:
Jika telah masuk penghuni surga ke dalam surga, dan telah masuk penghuni neraka ke dalam neraka, penghuni surga berkata

” Wahai Rabbku, Dimanakah si fulan kawanku, di manakah si fulan sahabatku? tak kulihat ia bersama kami di surga…

maka dikatakan padanya “temanmu berada di neraka”

Penghuni surga itupun menyeru kepada Allah:

“Wahai Rabbku, wahai Rabbku, tidaklah sempurna kelezatan surga ini kecuali fulan bersamaku….”

Maka Allah pun memerintahkan agar si fulan dikeluarkan dari neraka dari sebab kawannya yang shalih..
_

Maka bersamailah kawan-kawan shalih-mu,
bersabarlah dalam pergaulan dengan para sahabat shalihmu,
meski tak sejurus nafsu menginginkan,
meski tertatih langkahmu berulang terjatuh dalam kemaksiatan,
bagaimanapun keadaanmu,
seberat apapun permasalahanmu,
bersamailah sahabat-sahabat shalihmu,

Dengan begitu, semoga…

Esok di hari peradilanNya,
Kala berat diri mempertanggungjawabkan di hadapanNya,
dalam kesendirian,

Semoga,
terluncur permintaan dari kawan shalihmu di dunia menyebut nama kita,
“Wahai Rabb kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.”

hingga kemudian Allah selamatkan kita,
dengan sebab sahabat-sahabat shalihmu…

sekisah Ibnul Jauzi ketika ia berkata kepada kawan-kawannya,

”Jika kalian tidak menjumpaiku di surga, tanyakanlah tentang aku kepada Allah. Katakanlah: ’Wahai Rabb kami, hambaMu fulan, dulu dia pernah mengingatkan kami untuk mengingat Engkau.”

Kemudian beliau menangis.

___
Maka bersamailah kawan-kawan shalihmu,
pegang erat mereka, hingga kau berjumpa dengan RabbMu…

__
Untuk kawan-kawan ku yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan….

Jazaakumullah khayraan….

Semoga berlanjutlah pertemanan ini,
dalam senikmat-nikmat tempat kembali
bersama lezatnya kenikmatan abadi,
di surga ilaahi Rabbi…
.
.

👤 Ditulis di Yogyakarta tercinta, oleh Tim Penulis Majeedr (Semoga Allah ampuni dan berkahi beliau dan keluarganya)

sumber: https://majeedr.com/sahabat-sejati-1924

Via HijrahApp
Share:

ORANG YANG PALING BESAR PAHALANYA

17 Amalan Ringan yang Memiliki Pahala Besar (1) - Universitas Pakuan

Imam Ahmad meriwayatkan dari Muadz bin Anas

(( أَنَّ رَجُلًا سَأَلَهُ فَقَالَ أَيُّ الْمُجَاهِدِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا يَا رَسُولُ اللَّه ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ تَعَالَى ذِكْرًا ، قَالَ فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا ؟ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ الصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ وَالْحَجَّ وَالصَّدَقَةَ كُلُّ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ !! ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَجَلْ )) .

Ada seseorang bertanya, “Siapakah mujahid yang paling besar pahalanya wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat Allah padanya.”
Ia berkata, “Siapakah orang berpuasa yang paling besar pahalanya?” Beliau bersabda, “Yaitu yang paling banyak mengingat Allah padanya.”
Lalu ia menyebut sholat, zakat, hajji dan sedekah. Semua itu dijawab oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam, “Yang paling banyak mengingat Allah padanya.”

Abu Bakar berkata kepada Umar, “Orang yang banyak berdzikir telah pergi membawa segala kebaikan.” Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda, “Benar.”

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
(( أن أفضل أهل كلِّ عملٍ أكثرهم فيه ذكراً لله عز وجل ؛ فأفضلُ الصوَّام أكثرهم ذكراً لله عز وجل في صومهم ، وأفضل المتصدقين أكثرهم ذكراً لله عز وجل ، وأفضل الحجاج أكثرهم ذكراً لله  عز وجل، وهكذا سائر الأعمال))

“Sesungguhnya orang yang paling utama dari orang yang beramal adalah yang paling banyak mengingat Allah Azza wajalla padanya. Orang yang berpuasa yang paling utama adalah yang paling banyak mengingat Allah Azza wajalla saat puasanya. Orang yang yang bersedekah yang paling utama adalah yang paling banyak mengingat Allah Azza wajalla. Demikian pula orang yang berhajji dan semua amal salih.” (Al Wabil Ash Shayyib).

Semoga bermanfaat

Share:

CARA MENILAI SESEORANG ITU BAIK ATAU TIDAK

Tetaplah Jadi Orang Baik Walaupun Sulit - MBtech

Sesungguhnya ada dua amal yang menentukan baik atau tidaknya seseorang. Apabila keduanya baik, maka إن شاء الله semua amalnya akan baik. Dan apabila keduanya buruk, maka amalan yang lainnya ikut buruk.

Amalan pertama adalah shalat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة فإن صلحت صلح له سائر عمله وإن فسدت فسد سائر عمله

“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (HR. Ath-Thabrani)

Hadits di atas menunjukan bahwa kebaikan amal seseorang mengikuti shalatnya. Apabila shalatnya buruk, dia tidak memperhatikan tuma’ ninahnya, rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, bahkan ia lalaikan shalat tersebut, menyebabkan amalan yang lainpun bengkok.

Amalan yang kedua, yaitu menjaga lisannya. Orang yang menjaga lisannya, maka Allah akan jaga amalannya. Orang yang lurus ucapannya, Allah akan luruskan amalannya. Tapi siapa yang lisannya bengkok, maka amalan yang lainpun akan bengkok.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿٧٠﴾ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ﴿٧١﴾

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 71-72).

Allah memerintahkan dalam ayat ini untuk meluruskan perkataan kita.

Mengucapkan kata-kata yang baik, lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan balasannya. Niscaya Allah akan perbaiki amalan kalian.

Sumber :
🌐 radiorodja
🌐 Web Resmi ( ittiba.or.id )
 🎬 @ittiba.id

Share:

BEREBUT BANGKAI KAMBING

Dunia Lebih Jelek daripada Bangkai Kambing - Tabligh Akbar Cikarang 2016  (Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas) - Radio Rodja 756 AM

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Bagi seorang muslim, kebahagiaan yang asli bukan di dunia. Karena Allah menurunkan Adam di bumi, bukan dalam rangka memberi kenikmatan. Namun dalam rangka menghukum Adam, karena beliau telah mendekati pohon larangan di surga.

Sehingga, cita-cita terbesar bagi Adam adalah bagaimana bisa kembali lagi ke surga.

Imam Hasan al-Bashri pernah memberi nasehat kepada khalifah,

إِنَّ الدُّنْيَا دَارُ ظَعْنٍ وَلَيْسَتْ بِدَارِ إِقَامَةٌ ، وَإِنَّمَا أُنْزِلَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلامُ إِلَيْهَا عُقُوبَةً ، فَاحْذَرْهَا

Sesungguhnya dunia adalah negeri rantauan dan bukan negeri tempat menetap. Dan Nabi Adam ‘alaihis salam diturunkan di dunia untuk menjalani hukuman. Karena itu, berhati-hatilah. (az-Zuhd, Ibnu Abi Dunya, no. 50).

Dalam masalah dunia, seorang mukmin lebih memilih banyak bersabar. Karena dia tidak ingin, agamanya rusak gara-gara dunia. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut dunia itu ibarat penjara bagi mukmin.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia itu penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Ahmad 8512 & Muslim 7606)

Sebanyak apapun fasilitas hidup yang dimiliki mukmin di dunia, jika dibandingkan kenikmatan surga, maka dunia itu ibarat penjara baginya.

Agar umatnya tidak terlalu rakus dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan betapa kehinaan dunia. Sampai beliau menyebutkan, andai di sisi Allah dunia ini sebanding dengan satu sayap seekor nyamuk, niscaya orang kafir tidak akan diberi minum walaupun seteguk air.

Dalam hadis dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Andai dunia itu senilai satu sayap seekor nyamuk di sisi Allah, tentu orang kafir tidak akan diberi minum walaupun seteguk air. (HR. Turmudzi 2490 dan dishahihkan al-Albani)

Dalam hadis lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa di sisi Allah, dunia itu ibarat bangkai anak kambing di mata manusia. Orang melihatnya saja jijik, sehingga tidak akan sampai tega mengambilnya.

Sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma menceritakan,

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati pasar bersama para sahabat. Lalu beliau melihat bangkai anak kambing yang telinganya cacat. Beliau pun mengambil kambing itu dengan memegang telinganya. “Siapakah yang mau membeli ini dengan harga satu dirham?”. Tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Kami sama sekali tidak tertarik untuk memilikinya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?”. Jawab sahabat.

“Atau mungkin kalian suka kalau ini gratis untuk kalian?”. Tanya beliau.

“Demi Allah, seandainya hidup pun maka binatang ini sudah cacat, karena telinganya kecil. Apalagi kambing itu sudah mati?” kata para sahabat.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan sabdanya,

فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

“Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah dari pada bangkai ini di mata kalian.” (HR. Muslim 7607).

Karena itulah, orang yang terlalu rakus terhadap dunia, bisa dipastikan akan merusak sebagian agamanya.

Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ أَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

Dua serigala lapar yang dilepas di tengah kerumunan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan kerusakan terhadap agama seseorang yang ditimbulkan karena rakus harta dan kedudukan. (HR. Ahmad 16198, Ibnu Hibban 3228 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dan karena itu pula, orang yang tawuran, melakukan tindakan anarkis, demi dunia, disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tindakan jahiliyah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو إِلَى عَصَبِيَّةٍ أَوْ يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ

“Siapa yang berperang karena sebab yang tidak jelas, marah karena fanatik kelompok, atau motivasi ikut kelompok, atau dalam rangka membantu kelompoknya, kemudian dia terbunuh, maka dia mati jahiliyah.” (HR. Muslim 4892).

Rebutan dunia memang memalukan…

Allahu a’lam.

☕ Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕
Barakallah fikum.
                                           

✒  Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com

Share:

CLICK TV DAN RADIO SUNNAH

Murottal Al-Qur'an

Listen to Quran

Jadwal Sholat

jadwal-sholat

Translate

TV Sunnah

POPULAR


Cari